Analisis Perpres Nomor 43 Tahun 2018
Latar Belakang Historis:
Perpres No. 43 Tahun 2018 mengubah Perpres No. 191 Tahun 2014 yang menjadi dasar pengaturan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Pada 2014, pemerintah berupaya menstabilkan harga BBM bersubsidi (seperti Premium dan Solar) di tengah fluktuasi harga minyak dunia dan tekanan anggaran. Namun, pada 2018, dinamika ekonomi global berubah, termasuk tren penurunan harga minyak dan kebutuhan efisiensi subsidi, sehingga revisi kebijakan diperlukan.
Konteks Ekonomi-Politik:
- Subsidi BBM sebagai Beban Anggaran: Subsidi BBM sempat mencapai Rp 210 triliun (2014), memberatkan APBN. Perpres 43/2018 menjadi instrumen untuk memperkuat sistem penetapan harga eceran berbasis mekanisme pasar, mengurangi ketergantungan pada subsidi.
- Transisi ke BBM Non-Subsidi: Pemerintah mendorong penggunaan BBM berkualitas tinggi (seperti Pertamax) sebagai pengganti Premium. Perpres ini memperjelas kewenangan Pertamina dalam menetapkan harga BBM non-subsidi secara fleksibel.
Poin Perubahan Krusial:
- Penghapusan Harga Tetap untuk BBM Khusus:
Perpres 43/2018 mencabut pasal tentang harga tetap untuk BBM tertentu (misalnya, untuk industri), sehingga harga dapat disesuaikan dengan kondisi pasar. - Peran Kementerian ESDM dan Pertamina:
Kementerian ESDM diberi kewenangan menetapkan formula harga eceran, sementara Pertamina memiliki fleksibilitas dalam pendistribusian berdasarkan prinsip bisnis. - Penguatan Distribusi ke Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal):
Perpres ini mengatur kompensasi biaya distribusi ke daerah 3T untuk menjamin ketersediaan BBM meskipun secara ekonomi kurang menguntungkan.
Dampak dan Tantangan Implementasi:
- Penyesuaian Harga Lebih Dinamis: Pasca-Perpres 43/2018, harga BBM non-subsidi (seperti Pertamax) lebih sering berubah sesuai harga internasional, mengurangi beban APBN.
- Protes Publik: Kebijakan ini memicu kritik karena dianggap meningkatkan biaya hidup, terutama bagi masyarakat yang belum beralih ke BBM non-subsidi.
Keterkaitan dengan Kebijakan Lain:
Perpres ini selaras dengan UU No. 30/2007 tentang Energi yang mengamanatkan pengelolaan energi secara berkeadilan dan berkelanjutan. Selain itu, menjadi dasar bagi Permen ESDM No. 45/2018 yang merinci formula harga eceran BBM.
Catatan Penting:
- Perpres 43/2018 menjadi tonggak transisi Indonesia dari sistem subsidi BBM "blanket" ke sistem yang lebih terarah (melalui program seperti Bantuan Langsung Tunai/BLT).
- Pada 2022, pemerintah resmi menghapus Premium dan Solar subsidi melalui Perpres 191/2014 yang direvisi, mengandalkan Perpres 43/2018 sebagai acuan penyesuaian harga.
Rekomendasi bagi Klien:
Jika terkait sengketa distribusi BBM atau penetapan harga, perlu dicermati:
- Kewenangan Pertamina dalam menetapkan harga berdasarkan mekanisme pasar.
- Kewajiban pemerintah menjamin pasokan BBM di daerah 3T meskipun secara komersial tidak feasible.
- Legal standing gugatan publik terhadap perubahan harga BBM, mengacu pada putusan MA sebelumnya yang membatasi judicial review kebijakan harga BBM.
Perpres ini mencerminkan upaya pemerintah menyeimbangkan kepentingan fiskal, stabilitas harga, dan keadilan sosial dalam pengelolaan energi nasional.