Sebagai advokat yang berpengalaman di bidang perpajakan, berikut analisis kontekstual dan informasi tambahan terkait PMK No. 110/PMK.010/2018:
Konteks Historis
-
Latar Belakang Kebijakan
PMK ini merevisi PMK No. 34/PMK.010/2017 sebagai respons atas dinamika transaksi ekonomi, khususnya di sektor impor dan penyerahan barang. Pemerintah berupaya menutup celah potensi penghindaran pajak serta meningkatkan kepatuhan melalui penyesuaian mekanisme pemungutan PPh Pasal 22.- Fokus Utama: Optimalisasi penerimaan pajak seiring meningkatnya aktivitas impor dan perdagangan barang strategis (misal: semen, baja, BBM).
-
Krisis Neraca Perdagangan 2018
Pada periode 2018, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan akibat kenaikan impor dan tekanan nilai tukar rupiah. Revisi PMK ini turut menjadi instrumen pengendalian impor melalui insentif/disinsentif fiskal.
Perubahan Substansial
PMK 110/2018 mengubah beberapa klausul krusial dalam PMK No. 34/2017, antara lain:
-
Penambahan Subjek Pemungut PPh Pasal 22
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diamanatkan sebagai pemungut pajak untuk transaksi tertentu, terutama impor.
- Dampak: Penguatan pengawasan transaksi lintas batas dan peningkatan realisasi penerimaan pajak.
-
Penyesuaian Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
- Tarif PPh Pasal 22 untuk impor barang tertentu (misal: barang mewah) disesuaikan untuk mengakomodasi kebijakan pengendalian konsumsi.
- Contoh: Tarif impor kendaraan bermotor mewah dinaikkan untuk mengurangi tekanan pada cadangan devisa.
-
Simplifikasi Administrasi
- Mekanisme pemungutan dan pelaporan dipermudah melalui integrasi sistem elektronik DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), mengurangi beban administratif wajib pajak.
Implikasi Praktis bagi Pelaku Usaha
-
Kewajiban Pemungutan yang Lebih Ketat
Perusahaan importir dan distributor barang tertentu wajib memastikan kesesuaian pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif terbaru. Kesalahan pemungutan berisiko menyebabkan sanksi administrasi (bunga dan denda). -
Peningkatan Biaya Compliance
Pelaku usaha di sektor ritel, manufaktur, dan logistik harus menyesuaikan sistem akuntansi dan pembukuan untuk mematuhi aturan baru, terutama terkait transaksi dengan instansi pemerintah. -
Peluang Restitusi/Insentif
PMK ini mempertegas skema restitusi PPh Pasal 22 bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu (misal: eksportir), sejalan dengan kebijakan pemerintah mendorong ekspor.
Tautan dengan Regulasi Lain
- Harmonisasi dengan UU KUP: PMK ini memperkuat implementasi Pasal 23 UU No. 7/1983 tentang KUP (terakhir diubah UU No. 7/2021) terkait kewenangan pemungutan pajak.
- Sinergi Kebijakan Impor: Sejalan dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/2019 tentang Larangan dan Pembatasan Impor.
Rekomendasi Strategis
- Lakukan audit kepatuhan pajak (tax review) untuk transaksi periode 2018-2019 guna mengantisipasi risiko pemeriksaan oleh DJP.
- Manfaatkan fasilitas konsultasi teknis dengan DJBC/DJP untuk transaksi impor bernilai tinggi.
- Update sistem ERP perusahaan agar selaras dengan tarif dan mekanisme terbaru PPh Pasal 22.
PMK ini mencerminkan upaya pemerintah menyeimbangkan fungsi fiskal (penerimaan negara) dan regulasi ekonomi, dengan implikasi signifikan pada praktik bisnis di sektor riil.