Analisis Terhadap PP No. 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka
Konteks Historis dan Tujuan
-
Respons Krisis COVID-19
PP ini diterbitkan pada 19 Juni 2020 sebagai bagian dari kebijakan fiskal pemerintah untuk menstabilkan perekonomian nasional yang terimbas pandemi COVID-19. PP No. 30/2020 merupakan turunan dari UU No. 2 Tahun 2020 yang mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Penanganan COVID-19. Tujuannya adalah memberikan insentif bagi perusahaan terbuka (Tbk) agar tetap bertahan, menjaga lapangan kerja, dan menarik investasi di tengah ketidakpastian ekonomi. -
Revisi Terhadap PP Sebelumnya
PP ini mencabut PP No. 77 Tahun 2013 (yang diubah oleh PP No. 56 Tahun 2015) tentang insentif pajak serupa. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan situasi darurat pandemi, di mana tarif pajak yang lebih rendah (3% di bawah tarif normal) diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perusahaan.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Syarat Penurunan Tarif Pajak
- Hanya berlaku untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri berbentuk perseroan terbuka yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia.
- Perseroan harus memenuhi persyaratan kepatuhan tertentu, seperti penyampaian laporan keuangan publik yang transparan dan kepemilikan saham publik minimal 40% (sesuai PP No. 77/2013 yang dicabut).
-
Dampak pada Pasar Modal
Insentif ini bertujuan mendorong perusahaan untuk go public atau mempertahankan status kepublikan, sehingga memperkuat pasar modal Indonesia sebagai sumber pendanaan alternatif di masa krisis. -
Keseimbangan Fiskal
Meski berpotensi mengurangi penerimaan pajak, kebijakan ini dianggap strategis untuk mencegah kontraksi ekonomi lebih dalam. Pada 2020, pemerintah mengalokasikan defisit APBN hingga 6,34% dari PDB, yang menjadi dasar legal pemberian insentif pajak.
Tantangan dan Kritik
-
Batas Waktu dan Evaluasi
PP No. 30/2020 tidak secara eksplisit menyatakan masa berlaku insentif. Namun, mengingat status "Tidak Berlaku" saat ini, dapat diasumsikan bahwa kebijakan ini bersifat temporer dan telah digantikan oleh regulasi baru seiring pemulihan ekonomi pasca-pandemi. -
Potensi Penyalahgunaan
Perlu pengawasan ketat agar insentif tidak dimanfaatkan untuk penghindaran pajak (tax avoidance), misalnya melalui rekayasa kepemilikan saham atau manipulasi laporan keuangan.
Dasar Hukum dan Hierarki
- Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945: Memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan PP sebagai implementasi undang-undang.
- UU No. 2 Tahun 2020: Menjadi payung hukum utama, terutama Pasal 5 yang mengamanatkan penurunan tarif pajak untuk mendukung stabilitas sistem keuangan.
Relevansi dengan Kebijakan Global
Kebijakan serupa diterapkan di negara lain, seperti pengurangan tarif pajak korporasi di Singapura (25% → 17%) dan Malaysia (24% → 20%), sebagai upaya menjaga daya saing investasi selama pandemi.
Kesimpulan:
PP No. 30 Tahun 2020 mencerminkan respons cepat pemerintah dalam menghadapi krisis melalui instrumen perpajakan. Meski efektif dalam jangka pendek, keberhasilannya bergantung pada implementasi yang transparan dan evaluasi berkala untuk memastikan insentif tepat sasaran.