Analisis Hukum Terhadap PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
Konteks Historis
PP No. 9 Tahun 2003 diterbitkan dalam rangka reformasi birokrasi pasca-Reformasi 1998, di mana pemerintah berupaya mendorong desentralisasi pengelolaan aparatur negara. Pada era ini, kewenangan pengelolaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sebelumnya terpusat di pemerintah pusat mulai dialihkan ke pemerintah daerah sesuai semangat UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004). PP ini menjadi instrumen untuk mempertegas pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam manajemen kepegawaian.
Poin Kritis yang Perlu Diketahui
-
Desentralisasi Kewenangan:
PP ini mengatur bahwa Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota) memiliki kewenangan penuh untuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS di wilayahnya, kecuali untuk jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN). Hal ini menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat otonomi daerah. -
Pembatasan Peran BKN:
Badan Kepegawaian Negara (BKN), yang sebelumnya dominan dalam proses kepegawaian, hanya berperan sebagai fasilitator administrasi dan pengawas norma. Ini mencerminkan perubahan paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi. -
Dasar Hukum yang Diubah:
PP ini mencabut PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Perubahan ini menyesuaikan sistem kepegawaian dengan prinsip otonomi daerah dan tata kelola yang lebih transparan. -
Status "Tidak Berlaku":
PP No. 9 Tahun 2003 telah dicabut dan digantikan oleh PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS seiring terbitnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). PP yang baru mengatur penguatan merit system, sistem seleksi kompetitif, serta pengawasan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mencegah praktik KKN.
Tantangan Implementasi
- Potensi Penyalahgunaan Kewenangan: Desentralisasi kewenangan ke daerah berisiko memicu praktik "balas jasa politik" dalam pengangkatan PNS, terutama untuk jabatan struktural.
- Kesenjangan Kapasitas: Tidak semua daerah memiliki kapasitas SDM dan sistem administrasi yang memadai untuk mengelola kepegawaian secara mandiri.
Relevansi dengan Regulasi Terkini
PP No. 9 Tahun 2003 menjadi fondasi bagi pengaturan kepegawaian yang lebih modern, seperti pengaturan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam PP No. 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP No. 11 Tahun 2017. Regulasi terbaru ini semakin menegaskan prinsip profesionalitas dan akuntabilitas dalam manajemen ASN.
Kesimpulan
Meski sudah tidak berlaku, PP No. 9 Tahun 2003 merupakan tonggak penting dalam sejarah reformasi birokrasi Indonesia. Regulasi ini mencerminkan upaya transisi dari sistem sentralistik Orde Baru ke tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis dan otonom, meski tetap menyisakan tantangan dalam implementasi.
Sebagai advokat, pemahaman atas konteks historis ini penting untuk menilai kasus-kasus sengketa kepegawaian atau tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah yang mungkin merujuk pada periode berlaku PP ini.