Analisis UU No. 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2014 (MD3)
Konteks Historis dan Politik:
-
Reformasi dan Penguatan Demokrasi
UU MD3 (UU No. 17 Tahun 2014) lahir sebagai respons pasca-Reformasi 1998 untuk memperkuat peran lembaga legislatif dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, dinamika politik pasca-Pemilu 2019 (yang diwarnai polarisasi dan sengketa hasil pemilu) memunculkan kebutuhan untuk menyesuaikan struktur kelembagaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan realitas politik terkini. -
Keterwakilan Suara Partai di MPR
Perubahan ketiga ini fokus pada komposisi Pimpinan MPR yang harus merefleksikan proporsi perolehan suara partai politik di parlemen. Sebelumnya, struktur pimpinan MPR cenderung didominasi oleh koalisi mayoritas tanpa mempertimbangkan prinsip keterwakilan yang berkeadilan. Hal ini dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi deliberatif.
Poinkritis Perubahan:
- Pasal 6A UU No. 17 Tahun 2014 diubah untuk menegaskan bahwa Pimpinan MPR terdiri dari 1 Ketua (dari partai politik dengan kursi terbanyak di DPR) dan 4 Wakil Ketua yang mewakili partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi. Ini bertujuan menghindari monopoli kekuasaan oleh koalisi dominan.
- Penyesuaian Sistem Presidensial: UU ini mempertegas hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif, termasuk mekanisme pengambilan keputusan yang menghindari "oligarki parlemen" dan mengakomodasi prinsip checks and balances.
Tantangan dan Kontroversi:
- Kritik dari Civil Society: Beberapa kalangan menilai perubahan ini masih belum mengakomodasi aspirasi DPD sebagai perwakilan daerah, sehingga memperlemah posisi DPD dalam struktur MPR.
- Potensi Konflik Koalisi: Mekanisme baru dalam penentuan pimpinan MPR berisiko memicu friksi internal antarpartai, terutama dalam koalisi pemerintahan yang heterogen.
Implikasi Hukum:
- UU ini menjadi landasan bagi penyelarasan peraturan internal MPR/DPR/DPD, termasuk Tata Tertib dan Kode Etik anggota.
- Memperkuat legitimasi MPR dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya, seperti perubahan UUD 1945 dan penetapan garis besar kebijakan negara (GBHN) yang sempat dihapus pasca-Amendemen UUD 1945.
Catatan Penting:
- Perubahan ketiga ini adalah respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kerap mengkritik ketidakjelasan mekanisme kerja lembaga legislatif dalam UU MD3 sebelumnya.
- UU No. 13 Tahun 2019 juga menjadi dasar untuk menyesuaikan struktur kelembagaan dengan hasil Pemilu 2019, termasuk peningkatan jumlah anggota DPRD akibat pemekaran daerah.
Rekomendasi Praktis:
- Pihak terkait (partai politik, anggota DPR/MPR) perlu memastikan implementasi perubahan ini berjalan transparan untuk menghindari politisasi jabatan strategis di lembaga legislatif.
- Perlunya sosialisasi struktur baru MPR kepada publik untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja lembaga perwakilan.
Dasar Hukum Pendukung:
- Pasal 2 Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 21 UUD 1945.
- Putusan MK No. 79/PUU-XVII/2019 tentang pengujian mekanisme pembentukan peraturan di DPR.
Dengan demikian, UU No. 13 Tahun 2019 mencerminkan upaya sistematis untuk menyeimbangkan kepentingan politik praktis dengan prinsip demokrasi substantif dalam kerangka sistem presidensial Indonesia.