Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis Mendalam terhadap UU No. 2 Tahun 2018
UU No. 2 Tahun 2018 merupakan perubahan kedua atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang struktur lembaga perwakilan di Indonesia. Berikut konteks dan informasi pendukung yang perlu diketahui:


1. Konteks Historis

  • Evolusi Lembaga Perwakilan Pasca-Reformasi:
    Pasca Reformasi 1998, struktur lembaga perwakilan terus disesuaikan untuk memperkuat demokrasi. UU No. 17 Tahun 2014 (sebelum diubah) adalah respons terhadap kebutuhan penataan ulang hubungan antarlembaga legislatif setelah amandemen UUD 1945.
  • Perubahan Pertama (UU No. 42 Tahun 2014):
    Perubahan pertama pada 2014 fokus pada penambahan pimpinan alat kelengkapan DPR, seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), untuk meningkatkan akuntabilitas internal.

2. Latar Politik Pengesahan UU Ini

  • Menjelang Pemilu 2019:
    UU ini disahkan pada Maret 2018, setahun sebelum Pemilu 2019. Perubahan struktur pimpinan DPR/MPR bertujuan memastikan konfigurasi kepemimpinan lebih merepresentasikan suara pemilih, terutama untuk partai pemenang pemilu.
  • Dinamika Koalisi Partai:
    Penambahan jumlah wakil ketua DPR/MPR (dari sebelumnya 5 menjadi 6 di DPR dan 4 menjadi 5 di MPR) mencerminkan kompromi politik untuk mengakomodasi kepentingan partai besar dalam koalisi pemerintah.

3. Substansi Krusial & Implikasi

  • Representasi Partai Pemenang Pemilu:

    • Proporsionalitas dalam Kepemimpinan: Penambahan posisi wakil ketua DPR/MPR dimaksudkan agar suara partai dominan (seperti PDIP dalam Pemilu 2014) tercermin dalam struktur pimpinan.
    • MKD yang Diperkuat: Penambahan anggota MKD dari 11 menjadi 17 orang bertujuan meningkatkan kapasitas penegakan etik legislatif, merespons maraknya kasus pelanggaran oleh anggota DPR.
  • Penguatan Fungsi Pengawasan:

    • Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN): Revitalisasi BAKN bertujuan menindaklanjuti temuan BPK, mengatasi kritik sebelumnya bahwa rekomendasi BPK sering diabaikan DPR.
    • Sanksi atas Pelanggaran: Ketentuan pemanggilan paksa dan sanksi bagi pihak yang mengabaikan rekomendasi DPR (Pasal 73A) mempertegas kewenangan DPR dalam pengawasan eksekutif.
  • Kritik & Kontroversi:

    • Politik Jabatan: Penambahan posisi pimpinan dinilai sebagai "bagi-bagi kursi" antarkoalisi, bukan untuk efisiensi kerja.
    • Potensi Penyalahgunaan Wewenang: Kewenangan DPR melakukan pemanggilan paksa dan penyanderaan (via kepolisian) menuai kekhawatiran atas potensi intimidasi terhadap masyarakat/sipil.

4. Dasar Hukum & Prinsip Konstitusional

  • Pasal 20A UUD 1945:
    Perubahan ini selaras dengan mandat konstitusi bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
  • Asas Proporsionalitas dan Keadilan:
    Penataan struktur lembaga perwakilan harus mencerminkan keseimbangan antara suara rakyat (melalui pemilu) dan efektivitas kinerja lembaga.

5. Relevansi Pasca-Pemilu 2019

  • Batas Waktu Penyesuaian:
    UU ini mengatur masa transisi kepemimpinan DPR/MPR hingga Oktober 2019, menyesuaikan hasil Pemilu 2019. Pada praktiknya, komposisi pimpinan DPR 2019–2024 tetap mengikuti formula ini.
  • Dampak pada Sistem Multipartai:
    Aturan ini memperkuat sistem multipartai dengan memberi ruang bagi partai kecil dalam kepemimpinan, asal memenuhi ambang batas parlemen.

Kesimpulan

UU No. 2 Tahun 2018 merefleksikan upaya penyesuaian sistem ketatanegaraan Indonesia terhadap dinamika politik elektoral, dengan fokus pada representasi, akuntabilitas, dan penguatan fungsi pengawasan. Namun, implementasinya perlu diawasi ketat untuk mencegah politisasi jabatan dan penyalahgunaan kewenangan.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Ketentuan yang perlu disempurnakan adalah ketentuan mengenai kedudukan partai pemenang pemilu dalam struktur di DPR dan MPR. Dalam suatu tatanan yang demokratis apa yang disuarakan rakyat dalam pemilu semestinya tercermin dalam susunan dan konfigurasi pimpinan DPR. Oleh karena itu perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai susunan pimpinan DPR dan MPR dengan cara penambahan jumlah wakil ketua pimpinan pada MPR dan DPR yang memberikan cerminan keterwakilan suara partai pemenang pemilu pada struktur pimpinan dua lembaga tersebut sebagai lembaga perwakilan yang mencerminkan representasi rakyat. Selain itu, perlu juga dilakukan penataan struktur organisasi Mahkamah Kehormatan Dewan dengan menambah jumlah pimpinan dan memperjelas wewenang dan tugas Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana yang telah dilakukan penambahan pimpinan pada alat kelengkapan dewan pada saat perubahan kesatu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga dapat mencerminkan asas proporsionalitas. Demikian juga penataan Badan Legislasi terkait dengan kewenangan Badan Legislasi dalam menyusun rancangan undang-undang dan naskah akademik. Sebagai alat kelengkapan dewan yang secara khusus menangani bidang legislasi, maka sangat tidak tepat kewenangan tersebut tidak melekat dalam Badan Legislasi. Selain fungsi legislasi, juga dilakukan penataan lembaga DPR dengan menghidupkan kembali Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, suatu alat kelengkapan dewan yang akan menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaaan Badan Pemeriksa Keuangan dan yang hasil kerjanya disampaikan kepada komisi untuk melakukan pengawasan. Terkait dengan kewenangan DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya, perubahan Undang-Undang ini juga memuat ketentuan pemberian sanksi dan bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan rekomendasi DPR dan pemanggilan paksa bagi pihak-pihak yang tidak bersedia menghadiri panggilan DPR. Selanjutnya, Undang-Undang perubahan ini juga mengatur mengenai kedudukan pimpinan MPR dan DPR saat ini, bagaimana konsekuensinya atas penambahan jumlah pimpinan serta batasan waktu keberlakuan atas perubahan ketentuan pimpinan MPR dan DPR serta pimpinan alat kelengkapan dewan, mengingat dalam aturan selanjutnya terdapat ketentuan yang berbeda terhadap pimpinan MPR dan DPR serta pimpinan alat kelengkapan dewan setelah pemilu 2019.

Metadata

TentangPerubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor2
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2018
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Pengundangan15 Maret 2018
Tanggal Berlaku15 Maret 2018
SumberLN.2018/NO.29, TLN NO.6187, LL SETKAB : 31 HLM.
SubjekPARTAI POLITIK DAN PEMILU
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Diubah Dengan

  1. UU No. 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Mengubah

  1. UU No. 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
  2. UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen