Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis Hukum Terkait UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Konteks Historis dan Politik

  1. Reformasi Konstitusi Pasca-Amendemen UUD 1945:
    UU ini merupakan respons terhadap perubahan struktur ketatanegaraan pasca-amendemen UUD 1945 (1999–2002), di mana MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, tetapi setara dengan lembaga lain. UU No. 17/2014 menegaskan posisi MPR sebagai lembaga pengubah konstitusi dan pelantik presiden/wakil presiden, sesuai Pasal 3 dan Pasal 8 UUD 1945.

  2. Evaluasi atas UU No. 27 Tahun 2009:
    UU sebelumnya (No. 27/2009) dinilai tidak lagi memadai untuk mengakomodasi dinamika demokrasi, seperti:

    • Lemahnya peran DPD sebagai representasi daerah dalam legislasi nasional.
    • Tumpang tindih kewenangan antara DPR dan DPRD.
    • Kebutuhan transparansi dan akuntabilitas kinerja lembaga perwakilan.
  3. Dorongan Demokratisasi:
    UU ini lahir dalam era transisi politik Indonesia pasca-Reformasi, di mana tuntutan penguatan checks and balances antarcabang kekuasaan semakin mengemuka. Misalnya, pengaturan mekanisme hak angket DPR (Pasal 224 UU No. 17/2014) untuk mengawasi eksekutif.


Perubahan Signifikan dari UU Sebelumnya

  1. Penguatan Fungsi DPD:

    • DPD diberikan hak mengajukan RUU terkait otonomi daerah (Pasal 224 ayat 2), meskipun masih terbatas karena RUU harus melalui DPR.
    • Mekanisme sinergi DPR-DPD dalam pembahasan RUU tertentu (misalnya, APBN dan pajak daerah).
  2. Klarifikasi Kewenangan MPR:

    • MPR hanya berwenang mengubah UUD, melantik presiden/wakil presiden, dan memberhentikan presiden/wakil presiden berdasarkan putusan MK (Pasal 10–13).
    • Penghapusan kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN, sejalan dengan sistem presidensial.
  3. Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR/DPRD:
    Diatur secara lebih transparan, termasuk syarat calon pimpinan harus memenuhi integritas dan bebas dari kasus korupsi (Pasal 66).


Tantangan Implementasi

  1. Ambiguitas Peran DPD:
    Meski dianggap sebagai kemajuan, DPD masih belum memiliki hak legislasi penuh. Hal ini menuai kritik karena dianggap bertentangan dengan semangat representasi daerah dalam UUD 1945 Pasal 22D.

  2. Dinamika Politik Praktis:

    • Dominasi partai politik di DPR seringkali mengabaikan masukan DPD dalam pembahasan RUU.
    • Koalisi partai di DPR kerap memengaruhi objektivitas pengawasan terhadap eksekutif.
  3. Regulasi Turunan yang Belum Komprehensif:
    Sejumlah pasal membutuhkan Peraturan DPR/MPR sebagai pedoman teknis, seperti tata cara pengajuan hak angket. Namun, sebagian belum diterbitkan hingga saat ini.


Relevansi dengan Isu Kontemporer

  1. Pemakzulan Presiden:
    UU ini menjadi dasar hukum proses pemakzulan presiden, seperti yang hampir terjadi dalam kasus pemakzulan Presiden Jokowi oleh sebagian kelompok politik pada 2020.

  2. Desentralisasi vs Sentralisasi:
    UU No. 17/2014 menjadi instrumen untuk menyeimbangkan kepentingan pusat-daerah, terutama melalui penguatan DPD dan DPRD.


Kesimpulan

UU No. 17/2014 mencerminkan upaya sistematis untuk menyelaraskan struktur lembaga perwakilan dengan prinsip demokrasi konstitusional. Meski masih terdapat celah, seperti minimnya kewenangan DPD, UU ini menjadi landasan penting bagi penguatan sistem perwakilan di Indonesia. Advokat perlu memahami dinamika ini, terutama dalam kasus sengketa kewenangan antarlembaga atau judicial review terkait UU tersebut.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Dalam undang-undang tersebut telah secara eksplisit diatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mewujudkan lembaga yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Subjek

PEMBENTUKAN, PERUBAHAN, DAN PEMBUBARAN KOMISI / KOMITE / BADAN / DEWAN / STAF KHUSUS / TIM / PANITIA - DASAR PEMBENTUKAN KEMENTERIAN / LEMBAGA / BADAN / ORGANISASI

Metadata

TentangMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor17
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2014
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan5 Agustus 2014
Tanggal Pengundangan5 Agustus 2014
Tanggal Berlaku5 Agustus 2014
SumberLN.2014/No. 182, TLN No. 5568, LL SETNEG: 215 HLM
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Diubah Dengan

  1. PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan
  2. UU No. 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
  3. UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
  4. UU No. 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
  5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Mencabut

  1. UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Uji Materi

PUTUSAN Nomor 79/PUU-XIII/2014

a. Pasal 71 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "membahas rancangan undang-undangan yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden." b. Pasal 166 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan Presiden." c. Pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama zDPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." d. Pasal 277 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (3) beserta naskah akademik disampaikan dengan surat pengantar pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan Presiden."

PUTUSAN Nomor 76/PUU-XIII/2014

a. Frasa "persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan" dalam Pasal 224 ayat (5) dan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "persetujuan tertulis dari Presiden." b. Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selengkapnya menjadi "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden."

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen