Konteks dari Meridian
Berikut analisis mendalam mengenai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:
Konteks Historis dan Politik
-
Evolusi Regulasi Otonomi Daerah
- UU ini menggantikan UU No. 32 Tahun 2004, yang dinilai kurang efektif menjawab tantangan desentralisasi pasca-Reformasi 1998.
- Lahir sebagai respons atas over-decentralization era sebelumnya yang memicu fragmentasi kebijakan, tumpang tindih kewenangan, dan lemahnya koordinasi pusat-daerah.
- Memperkuat kerangka Negara Kesatuan dengan menyeimbangkan otonomi daerah dan penguatan kendali pusat melalui mekanisme asimetri otonomi.
-
Konteks Sosial-Ekonomi
- Muncul sebagai upaya mengakselerasi pemerataan pembangunan di tenggara disparitas geografis dan ekonomi Indonesia.
- Merespons tuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik (kesehatan, pendidikan) melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diamanatkan UU.
Inovasi Kunci dalam UU No. 23/2014
-
Klasifikasi Kewenangan yang Jelas
- Urusan Absolut: Kewenangan eksklusif pemerintah pusat (misalnya: pertahanan, moneter, yustisi).
- Urusan Konkuren: Dibagi antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dengan penekanan pada urusan wajib terkait pelayanan dasar (wajib non-dasar untuk provinsi).
-
Peran Strategis Gubernur
- Gubernur bertindak sebagai Wakil Pemerintah Pusat (Pasal 37-40) dengan kewenangan hierarkis mengawasi kabupaten/kota. Ini mengoreksi kelemahan UU sebelumnya di mana gubernur sering terjepit antara pusat dan daerah.
-
Pendekatan Asimetris
- Daerah diberi ruang menetapkan prioritas pembangunan sesuai karakteristik lokal (misal: kepulauan, perbatasan, ekonomi khusus), diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2/2015 tentang Penetapan Daerah Otonomi Baru.
-
Mekanisme Pengawasan dan Sanksi
- Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan di atasnya dapat dibatalkan melalui Proses Uji Materiil (Pasal 251) atau Pembatalan oleh Menteri Dalam Negeri (Pasal 252).
Tantangan Implementasi
-
Dualisme Peran Gubernur:
- Gubernur sebagai kepala daerah terpilih vs. wakil pusat sering menimbulkan konflik kepentingan, terutama dalam pengawasan APBD kabupaten/kota.
-
Keterbatasan Kapasitas Fiskal Daerah:
- Meski ada Dana Alokasi Khusus (DAK), banyak daerah masih bergantung pada Dana Transfer Umum (DAU), sehingga inovasi otonomi terhambat.
-
Kompleksitas Pembentukan Daerah Baru:
- Kriteria pembentukan daerah otonomi baru (Pasal 7-12) dinilai terlalu ketat, menghambat pemekaran wilayah untuk percepatan pembangunan.
Perkembangan Terkait
-
Revisi melalui UU No. 9/2015:
- Mempertegas kewenangan gubernur dalam mengawasi Perda kabupaten/kota, termasuk kewenangan membatalkan Perda yang bertentangan.
-
Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015:
- Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa gubernur bukan atasan langsung bupati/wali kota, melainkan mitra koordinasi dalam kerangka NKRI.
-
Harmonisasi dengan UU Cipta Kerja (2020):
- Beberapa pasal UU No. 23/2014 diadaptasi untuk mempercepat perizinan berbasis risiko dan mendorong investasi daerah.
Rekomendasi Strategis
- Optimalisasi Instrumen DAK: Prioritisasi alokasi dana sesuai kebutuhan spesifik daerah (misal: DAK infrastruktur untuk daerah tertinggal).
- Penguatan Kapasitas Aparatur Daerah: Pelatihan teknis penyusunan Perda berbasis SPM dan kajian dampak fiskal.
- Evaluasi Periodik NSPK: Penyesuaian Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) agar relevan dengan dinamika lokal.
UU No. 23/2014 merepresentasikan kompromi antara desentralisasi dan recentralisasi, dengan fokus pada peningkatan kualitas tata kelola daerah tanpa mengikis prinsip otonomi. Implementasinya perlu didukung sinergi politik-ekonomi yang solid antara pusat dan daerah.
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Materi Pokok Peraturan
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukansebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka untuk efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersifat hierarkis.
Salah satu aspek dalam Penataan Daerah adalah pembentukan Daerah baru. Pembentukan Daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu maka Pembentukan Daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi Daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan Daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya Daerah.
Setiap Daerah sesuai karakter Daerahnya akan mempunyai prioritas yang berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lainnya dalam upaya menyejahterakan masyarakat. Ini merupakan pendekatan yang bersifat asimetris artinya walaupun Daerah sama-sama diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun prioritas Urusan Pemerintahan yang dikerjakan akan berbeda satu Daerah dengan Daerah lainnya. Konsekuensi logis dari pendekatan asimetris tersebut maka Daerah akan mempunyai prioritas Urusan Pemerintahan dan kelembagaan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter Daerah dan kebutuhan masyarakatnya.
Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda.
Majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh inovasi yang dilakukan bangsa tersebut. Untuk itu maka diperlukan adanya perlindungan terhadap kegiatan yang bersifat inovatif yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di Daerah dalam memajukan Daerahnya. Perlu adanya upaya memacu kreativitas Daerah untuk meningkatkan daya saing Daerah. Untuk itu perlu adanya kriteria yang obyektif yang dapat dijadikan pegangan bagi pejabat Daerah untuk melakukan kegiatan yang bersifat inovatif. Dengan cara tersebut inovasi akan terpacu dan berkembang tanpa ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum.