Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Berikut analisis mendalam mengenai UU No. 3 Tahun 2020 beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:

Konteks Historis

  1. Latar Belakang Reformasi Sektor Pertambangan
    UU No. 4 Tahun 2009 sebelumnya dianggap tidak lagi memadai untuk menjawab kompleksitas persoalan pertambangan modern, seperti:

    • Maraknya praktik pertambangan ilegal (illegal mining) yang merusak lingkungan.
    • Ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
    • Minimnya nilai tambah mineral dan batubara di dalam negeri akibat dominasi ekspor bahan mentah.
    • Konflik lahan dan tumpang tindih izin pertambangan dengan kawasan hutan/lahan masyarakat.
  2. Tekanan Global dan Nasional

    • Desakan global untuk menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) dalam industri ekstraktif.
    • Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 10/PUU-XII/2014 yang menyatakan kewenangan pemerintah pusat dalam penerbitan izin pertambangan harus diatur lebih jelas.
    • Krisis Lingkungan akibat aktivitas tambang (e.g., banjir di Kalimantan Timur 2018, longsor di tambang emas ilegal).

Poin Kunci Perubahan & Implikasi

  1. Wilayah Hukum Pertambangan (WHP)

    • Konteks: Sebelumnya, tumpang tindih izin pertambangan dengan kawasan hutan, laut, atau wilayah adat sering terjadi.
    • Perubahan: WHP diintegrasikan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
    • Implikasi: Memperkuat kepastian hukum dan menghindari konflik tata ruang.
  2. Divestasi Saham untuk BUMN/BUMD

    • Konteks: Sebelumnya, divestasi 51% saham untuk pemegang IUP/IUPK hanya wajib ditawarkan ke pemerintah daerah/swasta.
    • Perubahan: Prioritas divestasi diberikan kepada BUMN/BUMD (Pasal 112A).
    • Implikasi: Menguatkan peran negara dalam mengelola sumber daya strategis, mengurangi dominasi asing.
  3. Perizinan Pertambangan Rakyat

    • Konteks: Pertambangan rakyat seringkali ilegal dan tidak terkontrol.
    • Perubahan: Diperkenalkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dengan syarat jelas (Pasal 93A).
    • Implikasi: Legalisasi aktivitas rakyat sekaligus meningkatkan pengawasan.
  4. Reklamasi dan Pascatambang

    • Konteks: Banyak perusahaan tambang abai terhadap rehabilitasi lingkungan.
    • Perubahan: Dana jaminan reklamasi dan pascatambang wajib disetor sebelum produksi (Pasal 99A).
    • Implikasi: Memastikan pertanggungjawaban lingkungan hidup secara finansial.

Kontroversi & Kritik

  1. Sentralisasi Kewenangan

    • Pemerintah pusat (melalui Menteri ESDM) memiliki kewenangan dominan dalam penetapan WIUP/WP, dianggap melemahkan otonomi daerah.
  2. Potensi Monopoli BUMN

    • Penguatan peran BUMN/BUMD dikhawatirkan mematikan partisipasi usaha kecil dan menengah.
  3. Ambiguitas Pertambangan Batuan

    • Izin baru untuk "batuan jenis tertentu" (Pasal 23A) dianggap berpotensi disalahgunakan untuk komersialisasi sumber daya non-strategis.

Tautan dengan Regulasi Lain

  • UU Cipta Kerja (Omnibus Law): Beberapa pasal UU No. 3/2020 diharmonisasikan dengan UU Cipta Kerja untuk mempermudah investasi.
  • Peraturan Pemerintah No. 96/2021: Implementasi teknis reklamasi dan pascatambang.

Signifikansi Praktis

  • Investor Asing: Diwajibkan bermitra dengan BUMN/BUMD untuk proyek strategis.
  • Masyarakat Adat: Pengakuan terbatas dalam proses perizinan, masih perlu pengaturan turunan.
  • Lingkungan: Penegakan sanksi administratif (denda hingga pencabutan izin) untuk pelanggaran lingkungan.

Catatan: UU ini menjadi fondasi transformasi sektor pertambangan Indonesia dari model ekstraktif ke industri berbasis nilai tambah, meski masih perlu pengawasan ketat dalam implementasi.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Dalam UU ini diatur mengenai penyempurnaan terhadap UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu menambahkan materi muatan baru berupa: (1) pengaturan terkait konsep Wilayah Hukum Pertambangan; (2) kewenangan pengelolaan Mineral dan Batubara; (3) rencana pengelolaan Mineral dan Batubara; (4) penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP; (5) penguatan peran BUMN; (6) pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan Mineral dan Batubara termasuk di dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan (7) penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang. Dalam Undang-Undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang Kontrak Kerja/KK atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara/PKP2B.

Metadata

TentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor3
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2020
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan10 Juni 2020
Tanggal Pengundangan10 Juni 2020
Tanggal Berlaku10 Juni 2020
SumberLN.2020/NO.147, TLN NO.6525, JDIH.SETNEG.GO.ID : 67 HLM.
SubjekPERTAMBANGAN MIGAS, MINERAL DAN ENERGI - SUMBER DAYA ALAM
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Diubah Dengan

  1. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
  2. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Mengubah

  1. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen