Analisis Mendalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Konteks Historis
- Pasca-Krisis Moneter 1998: UU ini lahir di tengah tekanan reformasi ekonomi setelah krisis moneter 1997-1998 yang meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Krisis ini membeberkan praktik monopoli, oligopoli, dan konglomerasi yang mengakar selama era Orde Baru, terutama oleh perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kekuasaan.
- Reformasi Politik-Ekonomi: Jatuhnya rezim Soeharto pada 1998 membuka ruang untuk demokratisasi dan penataan ulang sistem ekonomi yang lebih transparan dan adil. UU No. 5/1999 menjadi bagian dari paket reformasi hukum untuk mengikis struktur ekonomi yang timpang.
- Tekanan Internasional: IMF dan Bank Dunia, sebagai bagian dari program bailout, mendorong Indonesia untuk menerapkan kebijakan persaingan usaha sebagai syarat pemulihan ekonomi.
Aspek Krusial yang Perlu Diketahui
-
Pendirian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha):
- UU ini melahirkan KPPU sebagai lembaga independen yang berwenang mengawasi dan menindak pelanggaran persaingan usaha. KPPU memiliki kewenangan quasi-yudisial, seperti memeriksa, menjatuhkan sanksi administratif, dan merekomendasikan ganti rugi.
- Contoh kasus signifikan: Sanksi terhadap PT. Carrefour (2008) atas praktik predatory pricing dan PT. Transtv (2013) terkait dominasi pasar siaran televisi digital.
-
Larangan yang Diatur:
- Perjanjian Kartel: Misalnya, penetapan harga (price-fixing), pembagian wilayah pasar, atau boikot.
- Penyalahgunaan Posisi Dominan: Contohnya, diskriminasi harga atau penjualan bundling yang merugikan pelaku usaha kecil.
- Penggabungan (Merger) yang Mengurangi Persaingan: Perusahaan wajib melapor ke KPPU jika nilai aset/penjualannya melebihi batas tertentu (saat ini diatur melalui Peraturan KPPU No. 3/2023).
-
Eksklusi dan Pengecualian:
- UU memberikan pengecualian untuk sektor yang dianggap strategis, seperti BUMN yang menjalankan tugas pemerintah (misalnya PLN atau Pertamina), serta usaha mikro/kecil.
Pengaruh Hukum Internasional
UU No. 5/1999 terinspirasi dari competition law negara maju seperti Sherman Antitrust Act (AS) dan Competition Act (UK). Namun, adaptasi dilakukan sesuai konteks lokal, seperti penekanan pada perlindungan UMKM dan kendala struktural pasca-Orde Baru.
Tantangan Implementasi
- Politik Hukum: KPPU sering menghadapi resistensi dari korporasi besar yang memiliki akses politik. Contoh: Kasus Tender Proyek PLTU (2017) yang melibatkan pejabat tinggi.
- Sanksi yang Lemah: Sanksi administratif (denda maksimal 25 miliar rupiah) dinilai tidak cukup menghalau pelanggaran oleh korporasi berskala besar.
- Overlap Regulasi: Tumpang tindih dengan UU Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan, terutama dalam kasus praktik diskriminasi harga.
Signifikansi dalam Ekonomi Kontemporer
UU ini menjadi fondasi untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, terutama di era digital. KPPU kini aktif mengawasi praktik monopoli digital, seperti kasus Tokoopedia vs Shopee (2021) terkait eksklusivitas promo, dan merger Gojek-Tokopedia (2021) yang dipantau ketat.
Rekomendasi untuk Klien:
- Lakukan due diligence sebelum merger/akuisisi untuk memastikan kepatuhan pada UU ini.
- Hindari perjanjian eksklusif dengan distributor/pemasok yang berpotensi dianggap sebagai praktik diskriminasi.
- Manfaatkan mekanisme leniency program KPPU jika terlibat dalam kartel untuk mengurangi sanksi.
UU No. 5/1999 bukan sekadar instrumen hukum, tetapi upaya transformatif untuk mewujudkan keadilan ekonomi pasca-Orde Baru. Pemahaman mendalam tentang dinamika ini krusial dalam menyusun strategi bisnis maupun litigasi.