Sebagai advokat senior di Jakarta yang memahami dinamika regulasi Indonesia, berikut analisis kontekstual terhadap PP No. 51 Tahun 1992:
Latar Belakang Ekonomi-Politik
PP ini lahir pada era Repelita V (1989–1994) di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, ketika Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi stabil (rata-rata 6-7% per tahun) namun dihadapkan pada tekanan inflasi dan kebutuhan penyesuaian gaji aparatur negara. Kebijakan ini merupakan respons atas tuntutan peningkatan daya beli Pegawai Negeri Sipil (PNS) seiring kenaikan harga kebutuhan pokok dan reformasi birokrasi.
Trajektori Regulasi Gaji PNS
PP No. 51/1992 adalah amandemen ke-3 dari PP No. 7/1977 tentang Gaji PNS. Perubahan sebelumnya dilakukan melalui PP No. 15/1985. Pola revisi ini menunjukkan:
- Adaptasi terhadap fluktuasi ekonomi: Penyesuaian gaji berkala untuk menjaga kesejahteraan PNS.
- Strategi stabilisasi birokrasi: Upaya mengurangi praktik korupsi dengan memadukan gaji pokok dan tunjangan.
- Respons terhadap kritik eksternal: Tekanan lembaga internasional (seperti Bank Dunia) untuk mereformasi sistem remunerasi aparatur negara.
Poin Krusial yang Sering Terlewatkan
- Implikasi fiskal: PP ini berdampak pada APBN karena belanja gaji PNS saat itu mencapai ~30% total anggaran.
- Diferensiasi struktural: PP 51/1992 memperkenalkan penyesuaian berbasis golongan dan masa kerja, bukan sekadar kenaikan nominal.
- Konteks geopolitik: Dikeluarkan setahun setelah berakhirnya Perang Dingin, ketika Indonesia mulai menarik investasi asing yang membutuhkan birokrasi kompeten.
Hierarki Regulasi
Sebagai Peraturan Pemerintah, PP ini berada di bawah:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
- Tap MPR terkait GBHN
- UUD 1945 Pasal 23 (Pengelolaan Keuangan Negara).
Relevansi Historis
PP ini menjadi basis bagi PP No. 9 Tahun 2007 tentang Perubahan Gaji PNS, menunjukkan kontinuitas kebijakan remunerasi aparatur negara meski rezim pemerintahan berganti.
Catatan Kritis
Meski progresif di masanya, PP ini tidak menyentuh reformasi struktural seperti:
- Penghapusan dualisme gaji (bank pemerintah vs instansi biasa)
- Mekanisme penilaian kinerja berbasis meritokrasi.
Kedua isu ini baru diatur melalui UU ASN No. 5 Tahun 2014.
Kesimpulan: PP No. 51/1992 merefleksikan upaya Orde Baru menyeimbangkan tuntutan kesejahteraan PNS dengan kapasitas fiskal negara, sekaligus menjadi fondasi sistem penggajian modern di Indonesia.