Analisis UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU Pajak Penghasilan
Konteks Historis
- Krisis Ekonomi 1998: UU ini lahir dalam rangka pemulihan ekonomi pasca-krisis moneter 1997–1998. Pemerintah perlu memperkuat basis penerimaan pajak untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan memenuhi komitmen reformasi struktural dengan IMF.
- Era Reformasi: Perubahan ini sejalan dengan transisi ke era reformasi (pasca-Orde Baru) yang menuntut transparansi, akuntabilitas, dan sistem perpajakan yang lebih adil.
- Harmonisasi Global: Penyesuaian tarif dan aturan pajak untuk menarik investasi asing serta mengikuti tren internasional (misalnya: penghindaran pajak berganda).
Perubahan Utama & Signifikansi
-
Sistem Self-Assessment:
- Wajib pajak diberi kepercayaan menghitung dan melaporkan pajak sendiri, dengan penguatan peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pengawas.
- Dampak: Meningkatkan kepatuhan sukarela, tetapi juga risiko penyalahgunaan (perlu penguatan audit dan sanksi).
-
Penyesuaian Tarif PPh Badan:
- Tarif PPh badan diturunkan secara bertahap (misalnya: dari 30% menjadi 28% pada 2000, lalu 25% pada 2004).
- Tujuan: Meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor global, terutama pemberlakuan tarif lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya.
-
Tax Treaty dan Penghindaran Pajak Berganda:
- Pengaturan lebih jelas terkait penghasilan dari luar negeri dan penerapan tax treaty untuk mencegah pemajakan ganda.
-
Insentif Sektor Strategis:
- Fasilitas tax allowance untuk industri padat karya, ekspor, dan penanaman modal di wilayah tertinggal.
-
Perluasan Objek Pajak:
- Penegasan objek pajak penghasilan, termasuk penghasilan dari e-commerce (meski belum diatur detail saat itu).
Tantangan Implementasi
- Edukasi Wajib Pajak: Transisi dari sistem official assessment ke self-assessment membutuhkan sosialisasi massif, terutama bagi UMKM dan wajib pajak individu.
- Efektivitas Penegakan Hukum: Maraknya praktik transfer pricing dan tax avoidance oleh korporasi multinasional memicu revisi aturan anti-penyelundupan pajak di kemudian hari (misalnya: UU No. 36/2008).
- Respons Publik: Penurunan tarif PPh badan dianggap kontroversial oleh sebagian kalangan karena dinilai menguntungkan korporasi besar.
Relevansi Hari Ini
- UU No. 17/2000 menjadi fondasi sistem perpajakan modern Indonesia dan terus disempurnakan melalui UU No. 36/2008 serta kebijakan tax amnesty (2016–2017).
- Prinsip self-assessment dan tarif progresif PPh orang pribadi tetap menjadi pilar utama UU PPh hingga sekarang.
Catatan Kritis: Meski progresif, efektivitas UU ini sangat bergantung pada kapasitas DJP dalam pengawasan dan pemanfaatan teknologi (seperti aplikasi e-filing dan big data).