Analisis UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Berikut konteks historis dan informasi tambahan yang perlu diketahui terkait UU ini:
Konteks Historis
-
Penggantian UU Lama:
UU No. 20/2011 menggantikan UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang masif (khususnya di Jakarta, Surabaya, dan Medan) serta keterbatasan lahan memicu kebutuhan regulasi baru untuk memastikan pembangunan rumah susun yang tertib, adil, dan berkelanjutan. -
Urbanisasi dan Krisis Perumahan:
Pada 2000-an, Indonesia menghadapi krisis perumahan dengan backlog mencapai 14 juta unit (data KemenPUPR). Rumah susun dipandang sebagai solusi efisien untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat urban berpenghasilan rendah-menengah. -
Reformasi Kebijakan Perumahan:
UU ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mencapai target Program Sejuta Rumah (dicanangkan 2010) dan mengakomodasi prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Inovasi dan Perubahan Penting
-
Konsep Kepemilikan Strata Title:
UU ini memperkenalkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) yang menggabungkan hak individu atas unit hunian dan hak bersama atas bagian bersama (common property) seperti tangga, lift, dan fasilitas umum. Ini mengadopsi konsep strata title dari Singapura dan Australia. -
Perlindungan Konsumen:
- Developer wajib membentuk Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Rumah Susun (PPPSRS) sebagai badan pengelola.
- Larangan praktik monopoli dan pengalihan fungsi lahan tanpa persetujuan pemilik unit.
-
Kewajiban Sosial Developer:
Pasal 51 mewajibkan developer menyediakan Rusun Umum (untuk MBR) minimal 20% dari total unit sebagai bentuk tanggung jawab sosial (social obligation).
Tantangan Implementasi
-
Tumpang Tindih Regulasi:
Di lapangan, sering terjadi konflik antara UU ini dengan Perda setempat terkait tata ruang dan izin mendirikan bangunan (IMB). Contoh kasus: pembangunan rusun di Jakarta yang terhambat Perda RDTR. -
Sengketa Kepemilikan:
Banyak kasus sengketa SHM Sarusun akibat sertifikat ganda atau ketidakjelasan batas hak milik bersama. Putusan MA No. 1233 K/Pdt/2019 menjadi contoh bagaimana pengadilan menafsirkan Pasal 18 UU ini. -
Manajemen Rusun yang Lemah:
PPPSRS sering tidak berfungsi optimal karena kurangnya kapasitas pengelola dan partisipasi penghuni. Akibatnya, banyak rusun mengalami degradasi infrastruktur (e.g., rusun Marunda Jakarta).
Regulasi Pendukung
- PP No. 4 Tahun 1988 (telah diubah): Mengatur teknis pendirian rumah susun.
- Permen PUPR No. 14/2017: Pedoman teknis pembangunan rumah susun hemat energi.
- UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman: Menjadi payung hukum yang sinergis.
Relevansi Global
UU ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-11 (Sustainable Cities and Communities) dan menjadi acuan bagi negara ASEAN seperti Filipina dan Vietnam dalam menyusun regulasi serupa.
Catatan Penting:
Meski UU No. 20/2011 progresif, efektivitasnya sangat bergantung pada koordinasi lintas sektor (PUPR, ATR/BPN, pemda) serta penegakan hukum terhadap pelanggaran oleh developer.