Analisis Mendalam Terhadap UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Konteks Historis
UU No. 3/1992 lahir pada era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, ketika Indonesia sedang gencar membangun fondasi industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Pada masa itu, perluasan lapangan kerja di sektor formal (pabrik, perkebunan, konstruksi) meningkat signifikan, tetapi perlindungan sosial bagi pekerja masih terbatas dan terfragmentasi. Sebelum UU ini, jaminan sosial hanya diatur secara parsial dalam peraturan sektoral (misalnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja) atau melalui program adhoc seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang belum terintegrasi.
UU ini menjadi tonggak sistem jaminan sosial nasional pertama yang menyatukan skema perlindungan tenaga kerja, sekaligus menjawab tuntutan global (konvensi ILO No. 102 tentang Standar Minimum Jaminan Sosial) untuk menciptakan keadilan sosial di dunia kerja.
Substansi Utama yang Perlu Diketahui
-
Pembentukan JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
UU ini menjadi dasar hukum berdirinya PT Jamsostek (kini BPJS Ketenagakerjaan sejak 2014 berdasarkan UU No. 24/2011). Program utamanya meliputi:- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
- Jaminan Kematian
- Jaminan Hari Tua (JHT)
- Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
-
Cakupan Pekerja
Awalnya, UU ini hanya berlaku untuk pekerja di sektor formal dengan upah di atas Upah Minimum Regional (UMR), sehingga menyisakan celah bagi pekerja informal dan buruh harian lepas. -
Kewajiban Perusahaan
Perusahaan wajib mendaftarkan pekerja sebagai peserta Jamsostek dan membayar iuran secara rutin. Namun, pada praktiknya, banyak perusahaan mengabaikan kewajiban ini karena sanksi yang belum tegas.
Tantangan dan Kritik
- Ketimpangan Perlindungan: UU ini belum menjangkau pekerja informal (saat itu sekitar 60% tenaga kerja), sehingga dinilai diskriminatif.
- Implementasi Lemah: Minimnya pengawasan dan penegakan hukum membuat banyak pekerja, terutama di industri kecil, tidak terdaftar.
- Dana JHT yang Kontroversial: Marak kasus penyelewengan dana JHT oleh perusahaan atau kesulitan pencairan oleh pekerja.
Perkembangan Pasca-UU No. 3/1992
UU ini dicabut dan digantikan oleh UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memperluas cakupan ke seluruh warga negara, termasuk pekerja informal. Pada 2011, melalui UU No. 24/2011, dibentuk BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk memperkuat sistem jaminan sosial berbasis universal.
Signifikansi dalam Sejarah Hukum Ketenagakerjaan
Meski sudah tidak berlaku, UU No. 3/1992 menjadi fondasi konseptual bagi perlindungan pekerja di Indonesia. Inisiatif ini mencerminkan upaya awal negara untuk mengakomodasi hak-hak pekerja di tengah dinamika industrialisasi, meski masih perlu disempurnakan secara struktural.
Catatan Penting: Status "Tidak Berlaku" pada UU ini disebabkan oleh penggantian dengan UU No. 40/2004, namun prinsip-prinsip dasarnya tetap diadopsi dalam regulasi jaminan sosial modern.