Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan

Konteks Historis dan Tujuan Pembentukan

  1. Latar Belakang Krisis Kesehatan Hewan Global:

    • UU ini lahir sebagai respons terhadap ancaman global seperti wabah Avian Influenza (flu burung) dan zoonosis (penyakit hewan yang menular ke manusia) yang sempat melanda Indonesia pada awal 2000-an. Pemerintah menyadari kebutuhan untuk memperkuat sistem karantina dan pengawasan penyakit hewan guna melindungi ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat.
    • Kasus impor ilegal ternak dan produk hewan (misalnya daging sapi Australia tahun 2011-2013) yang merugikan peternak lokal juga mendorong revisi aturan pemasukan komoditas peternakan.
  2. Dukungan terhadap Kemandirian Pangan:

    • UU ini sejalan dengan agenda swasembada daging dan susu yang digaungkan pemerintah pasca krisis pangan 2008. Perlindungan terhadap ternak ruminansia betina produktif (sapi, kambing) bertujuan menjaga populasi ternak lokal agar tidak tergantung impor.
  3. Tuntutan Global tentang Halal dan Kesejahteraan Hewan:

    • Meningkatnya kesadaran masyarakat akan sertifikasi halal dan isu animal welfare (kesejahteraan hewan) turut mempengaruhi perubahan regulasi, terutama terkait pemotongan hewan dan distribusi produk hewan.

Poin Krusial yang Perlu Diketahui

  1. Penguatan Otoritas Veteriner:

    • Otoritas veteriner (seperti Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) diberikan kewenangan ekstra untuk menetapkan kebijakan darurat, seperti pembatasan impor atau pemusnahan hewan terinfeksi, tanpa birokrasi berlapis. Hal ini penting untuk respons cepat terhadap wabah.
  2. Larangan Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan:

    • Aturan ini dibuat untuk melindungi genetik ternak lokal (misalnya sapi Bali atau Madura) dari persaingan dengan bibit impor. Namun, kritikus menyoroti risiko inefisiensi jika peternak tidak memiliki akses ke bibit unggul.
  3. Kemitraan Usaha Peternakan:

    • UU mewajibkan kemitraan peternak kecil dengan korporasi (misalnya perusahaan pakan ternak) untuk mengurangi kesenjangan teknologi dan modal. Namun, perlu diwaspadai potensi eksploitasi jika tidak ada pengawasan harga dan bagi hasil yang adil.
  4. Sanksi Pidana untuk Pelanggaran:

    • Pelanggaran seperti pemotongan ternak betina produktif atau impor ilegal bisa dikenai pidana penjara hingga 5 tahun (Pasal 87A). Ini lebih berat daripada UU sebelumnya, menunjukkan komitmen penegakan hukum.

Tantangan Implementasi

  1. Konflik Kepentingan Impor vs. Lokal:

    • Meski bertujuan melindungi peternak lokal, aturan ini kerap berbenturan dengan permintaan pasar akan daging murah. Contoh: larangan impor sapi betina produktif (2016) sempat memicu kenaikan harga daging.
  2. Kapasitas SDM Veteriner yang Terbatas:

    • Jumlah dokter hewan di Indonesia masih 1:50.000 populasi ternak (data 2023), jauh di bawah standar FAO (1:5.000). Hal ini menghambat pengawasan penyakit dan sertifikasi halal.
  3. Isu Perdagangan Internasional:

    • Aturan karantina ketat UU ini pernah diprotes oleh negara eksportir (misalnya Australia) sebagai barrir non-tarif dalam perjanjian perdagangan bilateral.

Relevansi dengan Regulasi Lain

  • UU No. 18/2012 tentang Pangan: Koordinasi ketahanan pangan berbasis produk hewan.
  • UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal: Integrasi sertifikasi halal dalam proses produksi peternakan.
  • Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2017: Teknis pelaksanaan karantina hewan sesuai amanat UU ini.

Rekomendasi untuk Stakeholder

  • Peternak: Manfaatkan skema kemitraan untuk akses teknologi, tetapi pastikan kontrak jelas dan transparan.
  • Pelaku Usaha: Patuhi ketentuan halal dan dokumentasi impor untuk hindari sanksi pidana.
  • Pemerintah Daerah: Perkuat sistem surveilans penyakit hewan berbasis komunitas (participatory epidemiology).

UU No. 41/2014 merupakan langkah progresif untuk menjawab kompleksitas sektor peternakan modern, meski perlu didukung dengan sinergi kebijakan dan alokasi anggaran yang memadai.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Pemasukan benih, bibit, bakalan, ternak ruminansia indukan, dan/atau produk hewan, kemitraan usaha peternakan, pengaturan mengenai ternak ruminansia betina produktif, pencegahan penyakit hewan, penguatan otoritas veteriner.

Metadata

TentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor41
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2014
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan17 Oktober 2014
Tanggal Pengundangan17 Oktober 2014
Tanggal Berlaku17 Oktober 2014
SumberLN.2014/No. 338, TLN No. 5619, LL SETNEG: 29 HLM
SubjekKESEHATAN - PANGAN, PERTANIAN DAN PETERNAKAN
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Diubah Dengan

  1. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
  2. PERPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
  3. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Mengubah

  1. UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Uji Materi

PUTUSAN Nomor 129/PUU-XIII/2015

Pasal 36E ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana pertimbangan Mahkamah dalam putusan ini.

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen