Analisis Hukum Terhadap UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Perbankan
Konteks Historis
-
Krisis Ekonomi 1997-1998:
UU ini lahir di tengah krisis moneter Asia yang melumpuhkan Indonesia. Nilai rupiah anjlok (dari Rp2.300/USD menjadi Rp16.000/USD), likuiditas perbankan kolaps, dan 16 bank ditutup pada November 1997. Reformasi sektor perbankan menjadi syarat utama paket bantuan IMF senilai USD43 miliar untuk memulihkan kepercayaan pasar. -
Transisi Politik:
Ditetapkan pada 10 November 1998 (masa transisi Reformasi pasca-Orde Baru), UU ini mencerminkan upaya pemerintah menyesuaikan sistem perbankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan good governance. -
Komitmen Global:
Indonesia baru saja meratifikasi WTO Agreement (1995) yang mewajibkan liberalisasi sektor jasa keuangan. UU ini menjadi pintu masuk bagi investor asing dan bank internasional untuk beroperasi di Indonesia.
Perubahan Krusial & Dampaknya
-
Pelepasan Restriksi:
- Penghapusan Rasio 6:1 (Pasal 17 UU No. 7/1992):
Bank tidak lagi wajib menyalurkan 80% kredit ke sektor prioritas (KUK = Kredit Usaha Kecil). Ini mendorong bank berorientasi profit-oriented namun dikritik karena mengurangi akses UMKM ke pembiayaan. - Pembukaan Cabang Bank Asing:
Pasal 22 diubah untuk mempermudah bank asing beroperasi di Indonesia, memicu dominasi asing di perbankan nasional (misal: Bank Central Asia, Lippo Bank, dll.).
- Penghapusan Rasio 6:1 (Pasal 17 UU No. 7/1992):
-
Penguatan Pengawasan:
- Kewenangan BI Diperluas (Pasal 29):
Bank Indonesia (BI) diberi hak mencabut izin bank yang tidak sehat, sebagai respons atas kolapsnya bank-bank pada 1997-1998. - Penerapan Prinsip Kehati-hatian (Pasal 2 Penjelasan):
Mengadopsi standar Basel I tentang kecukupan modal (CAR ≥ 8%) untuk mengurangi risiko kredit macet.
- Kewenangan BI Diperluas (Pasal 29):
-
Penghapusan Dual Banking System:
Pasal 6 diubah untuk menghilangkan dikotomi Bank Umum vs BPR, diganti dengan klasifikasi berdasarkan jenis layanan (bank komersial vs syariah). -
Single Presence Policy (Pasal 16):
Pemegang saham dilarang menguasai lebih dari satu bank untuk mencegah konflik kepentingan dan konsentrasi risiko.
Isu Kontroversial
-
Uji Materiil MK Tahun 2012 (Putusan No. 64/PUU-X/2012):
Pasal 55 tentang sanksi pidana bagi debitur nakal dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan. MK menolak permohonan dengan pertimbangan perlunya perlindungan bagi sistem perbankan. -
Pencabutan Peraturan Kolonial:
UU ini mencabut Rijksblaad Paku Alaman 1937 tentang perkreditan kelurahan, menandai penghapusan sistem hukum warisan kolonial yang tidak relevan.
Signifikansi Jangka Panjang
- Dasar Liberalisasi Perbankan:
UU No. 10/1998 menjadi fondasi UU No. 7/2004 tentang Jasa Konstruksi dan UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah. - Integrasi Pasar Global:
Membuka jalan bagi masuknya bank asing seperti HSBC, Citibank, dan Standard Chartered, yang kini menguasai 35% aset perbankan nasional.
Catatan Advokat:
Meski UU ini berhasil menstabilkan sektor perbankan pasca-krisis, liberalisasi berlebihan berisiko melemahkan ketahanan sistem keuangan nasional. Pemangku kepentingan perlu memastikan keseimbangan antara kepentingan investasi asing dan perlindungan ekonomi domestik.