Analisis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021
Konteks Historis dan Politik
PMK ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11/2020) yang disahkan Oktober 2020. UU Cipta Kerja sendiri lahir dalam situasi politik dan ekonomi yang kompleks:
- Ekonomi Global & Investasi: Pemerintah ingin meningkatkan daya saing Indonesia dengan menyederhanakan regulasi, termasuk perpajakan, untuk menarik investasi asing.
- Kontroversi Omnibus Law: UU Cipta Kerja menuai protes besar dari kalangan buruh, aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil karena dinilai mengabaikan hak pekerja dan lingkungan. PMK No. 18/2021 menjadi bagian dari implementasi yang perlu memastikan kepentingan fiskal negara tetap terjaga tanpa menghambat iklim investasi.
Poin Krusial yang Perlu Dipahami
-
Subjek Pajak Orang Pribadi (Pasal 2-4)
- WNI/WNA: Kriteria "bertempat tinggal di Indonesia" (183 hari dalam 12 bulan) dipertegas untuk mencegah penghindaran pajak oleh ekspatriat atau WNI yang berpindah-pindah.
- Pemajakan Global vs Domestik: WNA diberi opsi memilih pemajakan hanya atas penghasilan di Indonesia atau memanfaatkan P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda). Ini bertujuan menarik tenaga ahli asing tanpa membebani mereka dengan pajak ganda.
-
Dividen Bukan Objek Pajak (Pasal 5)
- Dividen yang diinvestasikan kembali di Indonesia dikecualikan dari PPh. Ini adalah terobosan untuk mendorong reinvestasi dan menahan modal di dalam negeri, terutama pasca-pembukaan pasar saham ke investor asing.
-
Transisi Peraturan Lama ke Baru
- PMK ini mencabut Permenkeu No. 151/PMK.03/2013, 226/PMK.03/2013, dan 31/PMK.03/2014. Pencabutan ini menyesuaikan dengan prinsip penyederhanaan administrasi pajak dalam UU Cipta Kerja.
- Ketentuan Peralihan: Permohonan pengangsuran/penundaan pajak yang belum selesai sebelum PMK ini berlaku tetap mengacu pada Permenkeu No. 242/PMK.03/2014.
-
Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
- Prosedur pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana pajak (Pasal 114) dan penghentian penyidikan merujuk pada aturan sebelumnya (Permenkeu No. 239/2014 dan No. 55/2016). Hal ini menjaga konsistensi penanganan kasus pajak yang sedang berjalan.
Implikasi Praktis
-
Bagi WNA:
- Wajib memahami kriteria "subjek pajak dalam negeri" untuk menghindari sengketa status kependudukan.
- Opsi pemajakan domestik atau P3B perlu dipertimbangkan secara strategis, terutama bagi ekspatriat dengan penghasilan dari luar Indonesia.
-
Bagi Perusahaan:
- Dividen yang diinvestasikan kembali harus dipisahkan secara akuntabel untuk memastikan tidak dikenai PPh.
- PKP yang telah mengkreditkan pajak masukan atas barang modal sebelum 2 November 2020 wajib menyesuaikan dengan jangka waktu yang ditetapkan PMK ini.
-
Potensi Sengketa:
- Klaim pengembalian pajak (restitusi) atas dividen yang telah dipotong PPh berpotensi menimbulkan pemeriksaan ulang oleh Ditjen Pajak.
- Kriteria "niat bertempat tinggal" bagi WNA bisa menjadi ambigu dan rawan interpretasi subjektif.
Kontroversi dan Tantangan
-
Kritik atas Kepastian Hukum:
Beberapa pasun PMK ini masih merujuk pada aturan lama (misalnya Permenkeu No. 242/2014) yang tidak sepenuhnya selaras dengan semangat UU Cipta Kerja, sehingga berpotensi menimbulkan dualisme penafsiran. -
Dampak pada Penerimaan Negara:
Kebijakan dividen non-objek pajak berisiko mengurangi penerimaan negara jika tidak diimbangi dengan peningkatan investasi riil. -
Kompleksitas Administrasi:
Opsi pemajakan untuk WNA memerlukan koordinasi intensif antara Ditjen Pajak dan otoritas imigrasi untuk memverifikasi status kependudukan.
Rekomendasi untuk Klien:
- WNA/WNI dengan aktivitas global: Lakukan tax planning untuk memanfaatkan opsi pemajakan domestik atau P3B sesuai sumber penghasilan.
- Perusahaan: Audit ulang pembagian dividen dan pastikan reinvestasi dilakukan sesuai ketentuan PMK untuk menghindari koreksi fiskal.
- Mitra Hukum: Awasi perkembangan permohonan pengembalian pajak dividen, karena Ditjen Pajak mungkin akan memperketat persyaratan administrasi.
PMK No. 18/2021 adalah upaya mempercepat implementasi UU Cipta Kerja di sektor perpajakan, tetapi keberhasilannya sangat bergantung pada konsistensi penegakan dan koordinasi antarkementerian.