Berikut analisis mendalam mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU 23/1992) beserta konteks historis dan informasi pendukung yang perlu diketahui:
Konteks Historis
-
Era Pembangunan Orde Baru:
UU ini lahir pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, di mana fokus pembangunan nasional mencakup sektor kesehatan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kebijakan kesehatan saat itu bersifat sentralistik, menekankan pada program-program preventif (pencegahan) seperti imunisasi, sanitasi, dan keluarga berencana. -
Respon terhadap Tantangan Kesehatan Global:
UU 23/1992 menjadi respons atas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Deklarasi Alma-Ata 1978 yang mendorong negara-negara untuk memperkuat sistem kesehatan primer (primary healthcare). Indonesia saat itu masih bergulat dengan penyakit menular (misalnya TBC, malaria) dan angka kematian ibu-anak yang tinggi. -
Dasar Reformasi Sistem Kesehatan:
UU ini menjadi payung hukum pertama yang mengintegrasikan kesehatan sebagai hak dasar warga negara, menggantikan regulasi kolonial (seperti Gezondheidsordonnantie 1941). Namun, pendekatannya masih terbatas pada aspek kuratif (pengobatan) dan belum sepenuhnya mengadopsi prinsip kesehatan holistik.
Poin Krusial dalam UU 23/1992
-
Pengakuan terhadap Pengobatan Tradisional:
Pasal 44 UU ini secara eksplisit mengakui pengobatan tradisional (jamu, sinshe, dukun) sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional, meski dengan syarat tidak bertentangan dengan norma agama dan keamanan. -
Peran Masyarakat dalam Kesehatan:
UU ini mewajibkan partisipasi masyarakat melalui program seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), yang menjadi fondasi gerakan kesehatan berbasis komunitas. -
Larangan Iklan Obat Keras:
Pasal 14 melarang iklan obat keras di media massa—kebijakan progresif untuk mencegah penyalahgunaan obat. -
Dasar Hukum Sertifikasi Tenaga Kesehatan:
UU ini mewajibkan izin praktik bagi tenaga medis (dokter, perawat, bidan), menjadi cikal bakal sistem sertifikasi profesi kesehatan di Indonesia.
Perkembangan dan Pencabutan
UU 23/1992 dicabut dan digantikan oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan karena:
- Perubahan Paradigma: Dari kesehatan kuratif ke preventif-promotif, dengan penekanan pada determinan sosial (lingkungan, pendidikan, ekonomi).
- Tuntutan Global: Perlunya harmonisasi dengan standar internasional seperti Universal Health Coverage (UHC) dan hak asasi pasien.
- Kompleksitas Masalah Kesehatan Baru: Munculnya penyakit tidak menular (diabetes, jantung), pandemi, serta isu kesehatan mental.
Warisan dan Kritik
-
Warisan Positif:
- Peningkatan angka harapan hidup dari 62 tahun (1990) menjadi 69 tahun (2009).
- Penurunan angka kematian bayi dari 46 per 1.000 kelahiran (1991) menjadi 34 per 1.000 (2007).
-
Kritik:
- Sentralisasi: Kebijakan kesehatan dianggap tidak responsif terhadap kebutuhan daerah.
- Diskriminasi Pelayanan: Akses kesehatan belum merata, terutama di wilayah terpencil.
Catatan Penting
- Meski sudah dicabut, beberapa ketentuan turunan UU 23/1992 (seperti Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan) masih berlaku hingga diubah oleh turunan UU 36/2009.
- UU ini menjadi tonggak awal penguatan sistem kesehatan Indonesia, yang kemudian dilanjutkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
Semoga analisis ini memberikan perspektif komprehensif untuk memahami signifikansi UU 23/1992 dalam sejarah hukum kesehatan Indonesia.