Analisis UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Berikut konteks historis dan informasi tambahan yang perlu diketahui:
1. Konteks Historis
- Menggantikan Regulasi Kolonial: UU ini mencabut 15 peraturan warisan kolonial Belanda (seperti Staatsblad 1887 tentang pekerja migran) dan UU era Orde Lama/Baru (misalnya UU No. 14/1969) yang dianggap tidak lagi sesuai dengan prinsip keadilan dan HAM.
- Era Reformasi dan Krisis Ekonomi 1998: Lahir sebagai respons atas tuntutan reformasi pasca-Soeharto dan krisis ekonomi 1997–1998 yang memicu PHK massal. UU ini bertujuan menciptakan stabilitas ketenagakerjaan sekaligus menarik investasi asing.
- Harmonisasi dengan Standar Internasional: Diinspirasi konvensi ILO (misalnya Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan No. 98 tentang Perlindungan Upah), meski tidak semua diratifikasi Indonesia.
2. Poin Kontroversial & Uji Materiil
- Pasal 59 tentang Outsourcing: Dikritik karena memicu praktik pekerja kontrak jangka pendek yang rentan eksploitasi. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan No. 27/PUU-IX/2011 menegaskan bahwa pekerja outsourced hanya boleh untuk jenis pekerjaan "tidak tetap" atau non-inti.
- Pasal 93 tentang Upah Minimum: Dianggap tidak jelas, memicu perdebatan antara serikat pekerja dan pengusaha. Beberapa daerah kemudian menerapkan formula perhitungan berbasis kebutuhan hidup (KHL).
- Sanksi Pidana vs. Hak Pekerja: Pasal 190 menegaskan bahwa sanksi pidana (penjara/denda) tidak menghapus kewajiban pengusaha membayar hak pekerja, tetapi implementasinya sering lemah akibat pengawasan terbatas.
3. Dampak Sosial-Politik
- Kebangkitan Serikat Buruh: UU ini menjadi dasar peningkatan aktivisme serikat pekerja pasca-Reformasi, meski masih ada tantangan seperti fragmentasi organisasi buruh.
- Tensi antara Fleksibilitas Pasar Kerja vs. Perlindungan Pekerja: UU dianggap "pro-investasi" dengan memperbolehkan PHK dengan pesangon tertentu (Pasal 164), tetapi kritikus menyoroti ketimpangan dalam praktiknya, terutama di sektor manufaktur dan migran.
4. Perkembangan Terkini
- Revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja (2020): Sebagian pasal UU 13/2003 diubah melalui UU Cipta Kerja, misalnya penyederhanaan proses perizinan tenaga kerja asing dan pengaturan ulang pesangon. Perubahan ini menuai protes besar dari serikat buruh.
- Isu Pekerja Migran: UU ini tidak secara spesifik mengatur perlindungan TKI, sehingga kemudian dilengkapi dengan UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Catatan Kritis
- Penegakan Hukum: Implementasi UU sering terhambat oleh rendahnya kapasitas pengawasan (APIN di Kemnaker) dan korupsi di tingkat daerah.
- Ketimpangan Gender: Meski mengatur kesetaraan (Pasal 5–6), diskriminasi upah dan akses perempuan ke jabatan strategis masih terjadi.
UU No. 13/2003 merupakan produk kompromi politik era transisi demokrasi, dengan kelebihan dalam kerangka hukum progresif tetapi tetap menghadapi tantangan struktural dalam praktiknya.